Dalam kajian fiqih, kita kenal Imam Syafi’i sebagai salah satu dari mujtahid mutlak sebagaimana Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka dikategorikan sebagai mujtahid mutlak karena mampu berijtihad sendiri melalui Al-Qur’an dan al-Sunnah. KH Achmad Siddiq dalam bukunya Khittah Nahdliyyah 1980 menyebutkan, mujtahid mutlaq atau mujtahid mustaqil bebas yaitu Imam tokoh agama yang mampu berijtihad atau ber-istinbath sendiri dari Al-Qur’an dan al-Sunnah dengan menggunakan metode yang ditemukan atau dirumuskannya sendiri dan diakui kekuatannya oleh para tokoh agama imam lainnya. Mujtahid mutlak memiliki metode tersendiri dalam berijtihad. Itulah mengapa para pendiri mazhab mempunyai keragaman metode dalam menggali hujjah mereka. Di samping itu, metode dasar hukum ini belum pernah dirumuskan secara konkret oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Berbeda dengan Imam Syafi’i yang sudah merumuskan metode itu menjadi aspek keilmuan baru disebut ushul fiqh. Imam al-Fakhr al-Razi dalam bukunya berjudul al-Imam al-Syafi’i Manaqibuhu wa Ilmuhu mengatakan bahwa Imam Syafi’i adalah orang pertama yang menuliskan tentang ilmu ushul fiqh, ia juga yang menyusun pembahasan ushul fiqh, mengklasifikasikan bagian-bagiannya, dan menjelaskan tingkatan dalilnya antara yang kuat dan lemah. Selanjutnya, Imam al-Razi menambahkan bahwa para ahli fiqih sebelum Imam Syafi’i telah membicarakan masalah ushul fiqh, mereka ber-istidlal dan berargumentasi. Tetapi mereka tidak mempunyai aturan baku sebagai rujukan untuk mengetahui dalil-dalil syariat, mengetahui metode berargumentasi, dan mengukuhkan dalil yang sama-sama kuat. Oleh sebab itu, Imam Syafi’i menggagas ilmu ushul fiqh dan meletakkan kaidah-kaidah universal sebagai rujukan untuk mengetahui tingkatan dalil-dalil syar’i. Perumusan ushul fiqh oleh Imam Syafi’i ini dituangkan dalam karyanya bernama al-Risalah. Dalam buku al-Imam al-Syafi’i fi Mazhabaihi al-Qadim wa al-Jadid 1988 karangan KH Nahrawi Abdussalam, karya al-Risalah ini pertama kali dikarang untuk Abdurrahman bin Mahdi sebelum Imam Syafi’i datang ke Mesir. Akan tetapi, karya ini belum mencakup seluruh pembahasan ushul fiqih mazhab Syafi’i. Ketika beliau pergi ke Mesir, beberapa kitabnya tertinggal, termasuk al-Risalah, sehingga beliau menulis kembali kitab tersebut mencakup revisiannya. Kitab al-Risalah yang beredar kini adalah hasil revisi ketika berada di Mesir. Tidak banyak yang berubah dari versi lamanya, karena Imam Syafi’i hanya meringkas kitab tersebut agar tidak melebar dan tanpa mengurangi esensi ilmu dalam setiap topik pembahasannya. Selain al-Risalah, pemikiran Imam Syafi’i dalam bidang ushul fiqih terdapat juga pada karyanya yang lain, yaitu al-Umm, Ibthal al-Istihsan, dan Jima’ al-Ilm. Pengembaraan Imam Syafi’i dalam menuntut ilmu tidak bisa dianggap hal sepele. Di Makkah, beliau belajar fiqih kepada ahli hadits seperti Muslim bin Khalid al-Zanji wafat 179 H dan Sufyan bin Uyainah wafat 198 H, di sana pula beliau telah menghafal kitab al-Muwaththa. Setelah itu, ia menuju Madinah dan belajar metode fiqih aliran tradisional kepada Imam Malik bin Anas yang dikenal sebagai tokoh mazhab ahli hadis di Hijaz saat berusia 13 tahun. Setelah Imam Malik wafat pada tahun pada 179 H, beliau melanjutkan pengembaraan ke Yaman untuk bekerja sambil menuntut ilmu. Di sana ia mengaji kepada Abu Ayub Mutharrif bin Mazen al-Shan’ani wafat 190 H yang menjabat sebagai hakim kota Sana’a Yaman. Kemudian pada tahun 184 H beliau berkunjung ke Irak dan menemukan perbedaan yang signifikan dengan di Hijaz. Kendati kota Baghdad merupakan penganut metode fiqih aliran rasional yang diwariskan dari Abdullah bin Mas’ud. Tokoh yang mengusung aliran ini adalah Imam Abu Hanifah dengan ajaran yang berbeda dengan ahli hadits. Imam Syafi’i belajar fiqih rasional kepada Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani, pengikut dan penyebar mazhab Hanafi. Mengenai ushul fiqih Imam Syafi’i, beliau mampu menguasai dengan baik dua metode fiqih rasional dan tradisional, sehingga dua hal ini yang menjadi landasan metode fiqihnya. Melalui pengembaraannya, beliau sampai pada pendapat dan sikapnya sendiri yaitu tidak melampaui batas, sikap yang baik adalah moderat dan mengambil jalan tengah. Beliau menyetujui metode fiqih rasional yang terpusat di Irak dalam menetapkan qiyas sebagai salah satu perbedaan beramal dengan syarat tertentu. Di samping itu, beliau tidak menyetujui metode fiqih rasional dalam hal mendasarkan amalan kepada istihsan, karena hal itu jauh dari tuntutan Al-Qur’an dan hadits, maka dikhawatirkan akan terjebak pada kekeliruan. Begitu juga beliau tidak menyetujui metode rasional yang terlalu selektif memilih dan menerima hadits, karena hadis adalah sumber rujukan kedua dalam syariat Islam, maka untuk menerima hadits cukup dengan syarat hadits ini muttashil tersambung sanadnya dan sahih sanadnya. Gagasan Imam Syafi’i tersebut yang diolahnya sebagai jalan tengah menyikapi problematika metodologi ushul di mana para pengikut mazhab rasional dan tradisional sempat mengalami perdebatan panjang. Rumusan ini menjadi pengantar kemoderatan antara kedua perdebatan itu sehingga terbentuk aliran baru bernama mazhab Syafi’i. Kiai Nahrawi Abdussalam mengutip definisi pakar syariat bahwa mazhab adalah sekumpulan pemikiran para mujtahid dalam bidang hukum-hukum syariat yang digali berdasarkan dalil-dalil terperinci tafshil, kaidah-kaidah dan ushul, dan memiliki keterkaitan antara satu dan lainnya, lalu dijadikan kesatuan yang utuh. Dengan perdebatan panjang mengenai metodologi berfiqih, menjadi acuan berkembangnya diskusi keilmuan syariah. Dengan begitu, tidak perlu bagi kita untuk membuat mazhab dengan metode ijtihad baru, karena para ulama salaf sudah mengembangkan diskursus keilmuan itu selama generasi ke generasi. Alih-alih, semua konsep fiqih sudah disusun rapi melalui para mujtahid mutlak, mujtahid mazhab sampai kepada mujtahid fatwa. Melalui diskusi yang luas, hingga akhirnya pengertian ushul fiqih telah disimpulkan secara singkat oleh Imam Sya’rani yang pendapatnya termaktub dalam buku Bughyah al-Mustarsyidin karangan Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawi, yakni kembali kepada tingkatan-tingkatan perintah amar dan larangan nahi yang telah muncul dari al-Qur’an dan al-Sunnah dan kembali kepada mengetahui apa saja yang menjadi ijma para ulama, apa saja yang mereka jadikan qiyas, dan apa saja yang mereka kemukakan dari hasil ijtihad melalui proses menyimpulkan pendapat istinbath. Beliau menambahkan, terhimpun setiap perkara amar dan nahi menjadi dua tingkatan, yaitu ringan dan berat. Barangsiapa yang merasa dirinya lemah pada suatu hukum, maka ia boleh menggunakan pendapat yang memiliki tingkatan ringan, serta sebaliknya apabila ia kuat, maka ia gunakan pendapat yang memiliki tingkatan berat. Itulah sebabnya mengapa para ulama kita di Nahdlatul Ulama lebih memilih pada tradisi taqlid mazhab ketimbang percaya pada slogan kembali ke al-Qur’an dan Hadits’. Selain itu, Kiai Achmad Siddiq sudah merumuskan secara konkret mengenai prinsip kemoderatan NU dalam bidang syariah yang sangat sesuai dengan karakter Ahlussunnah Wal Jamaah, yaitu Pertama, selalu berpegang teguh pada al-Quran dan Sunnah, dengan menggunakan metode dan sistem yang dipertanggungjawabkan dan melalui jalur-jalur yang wajar. Kedua, pada masalah yang sudah ada dalil teks yang jelas qath’i tidak boleh ada campur tangan pendapat akal. Ketiga, pada masalah yang tidak tegas dan tidak pasti dhanniyyat, dapat ditoleransi adanya perbedaan pendapat selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama. Sikap itu pula yang tertuang pada buku Khittah Nahdlatul Ulama tentang sikap kemasyarakatan NU di mana cerminan sikap tengah yang berintikan pada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf ekstrem. Ahmad Rifaldi Pegiat Sejarah dan Ketua Alumni Pondok Pesantren Al-Awwabin Depok *Disarikan dari berbagai sumber 1. Buku Khittah Nahdliyyah, KH Achmad Siddiq, Balai Buku, 1980. 2. Buku al-Imam al-Syafi’i Manaqibuhu wa Ilmuhu, Imam al-Fakhr al-Raazi. 3. Buku al-Imam al-Syafi’i fi Mazhabaihi al-Qadim wa al-Jadid, KH Nahrawi Abdussalam, Maktabah Syabab, 1988. 4. Buku Khittah Nahdlatul Ulama seri 02/11/85, Lajnah Ta’lif Wan Nasyr PBNU.
MazhabSyafi'i (bahasa Arab: شافعية , Syaf'iyah) adalah mazhab fiqih yang dicetuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i [1] [2]. Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat, Suriah, Indonesia, Malaysia, Brunei, pantai Koromandel, Malabar, Hadramaut, dan
Aktivitas menuntut ilmu memiliki arti penting bagi Imam As-Syafi’i. Urgensi aktivitas tersebut menempati posisi keduanya dalam hidup Imam As-Syafi’i setelah segala kewajiban, termasuk shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, ibadah haji, membayar utang, dan kewajiban lainnya. وقال ما تقرب إلى الله تعالى بشئ بعد الفرائض أفضل من طلب العلم Artinya, “Imam As-Syafi’i berkata, Tiada ibadah yang lebih utama setelah shalat wajib daripada menuntut ilmu.’” An-Nawawi, Al-Majmu' 33. Imam As-Syafi’i mengatakan, “Aktivitas menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah.” Lain kesempatan, ia mengatakan, 'Mereka yang ingin mengejar dunia, ia harus meraihnya dengan ilmu. Demikian juga mereka yang ingin meraih kesuksesan di akhirat.” وقال ما أفلح في العلم إلا من طلبه بالقلة Artinya, “Imam As-Syafi’i berkata, Tiada yang beruntung dalam menuntut ilmu kecuali orang yang mengejarnya secara total.’” An-Nawawi, Al-Majmu' 33. Menurutnya, banyak orang lalai terhadap Surat Al-Ashr, terutama dalam kaitannya dengan menuntut ilmu. Banyak orang melewatkan waktu percuma tanpa menuntut ilmu. Mereka adalah orang yang merugi. Imam As-Syafi’i membagi malamnya menjadi tiga waktu. Sepertiga pertama digunakan untuk menulis. Sepertiga kedua dipakai untuk shalat sunnah. Sepertiga terakhir dimanfaatkan untuk istirahat malam. Imam As-Syafi’i merupakan peletak dasar mazhab fiqih Syafi’i, satu dari empat mazhab berpengaruh yang menentukan praktik beragama di dunia hingga hari ini. Bahkan, mazhab Syafi’i merupakan mazhab yang diikuti oleh sebagian besar umat Islam hari ini di dunia. Wallahu alam. Alhafiz Kurniawan
Sepertitercatat dalam sejarah dan biografi beliau, Imam Syafi'i usia 7 tahun sudah hafal Al-Qur'an. Beliau belajar Bahasa Arab umur 9 atau 10 tahun. Beliau mempelajari ilmu Fiqih kepada ulama-ulama di zaman beliau. Kemudian belajar kepada Imam Malik bin Anas, lalu belajar kepada murid Imam Abu Hanifah, dan belajar di Yaman.
“Alaa laa tanalul ngilma illa bisittatin,Saunbi kangan majmuungiha bi bayaniDzukain, wa khirsin, wastibarin, wabulghotin, wairsyadziustadin wa thulizzamaani”.Begitulah penggalan syair yang disadur dari kitab ta’limul muta’alim milik Syekh Azzarnuji. Kitab ini merupakan kitab yang sangat bagus dan memiliki kualitas untuk membantu kita agar termotivasi untuk selalu rajin belajar. Kitab ini banyak menjadi rujukan para santri atau murid yang sedang memeperkkaya ilmu bagaimana cara sukses belajar menurut Imam Syafi’i? Salah seorang imam besar dan ulama yang disegani oleh banyak ulama lainnya, simak selengkapnya dibawah CerdasKecerdasan yang kita miliki merupakan Anugerah dari Allah SWT. Hal ini dikarenakan kita harus cerdas untuk mampu menghafal ayat – ayat Al-Quran untuk waktu yang lama. Salah satu ulama yang terkenal akan kecerdasannya adalah Al-Imam Al-Bukhari, dimana ia mampu menghafal lebih dari 100 ribu Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan bahwa Muhammad bin Hamdawaih berkata, “Aku mendengar Imam Bukhari berkata bahwa ia telah menghafalkan hadits shahih dan hadits tidak shahih.” Disebutkan hal ini dalam muqaddimah Fath kuatnya hafalan Imam Al – Bukhari, beliapun diuji oleh ulama Baghdad. Ada sekitar 100 hadits yang diujikan dengan masing masing ulama memegang 10 hadits. Hadits itu diacak. Berikut pendapat orang BaghdadImam Bukhari ditanya tentang hadits-hadits tersebut oleh masing-masing ulama. Ketika ditanya, Imam Bukhari selalu menjawab, “Saya tidak mengenal hadits tersebut.” Semua soal mengenai haditsa, beliau jawab seperti itu, “Saya tidak mengenal, saya tidak mengenal, dan seterusnya.” Hingga orang-orang menilai, Imam Bukhari ini ternyata sedikit pengujian dari sepuluh ulama ini selesai dengan total ujian 100 hadits, Imam Bukhari lantas berkata pada penguji yang pertama, “Adapun hadits yang engkau sebutkan adalah seperti ini dan yang benarnya seperti ini.” Seterusnya seperti itu, hadits yang mereka ucapkan tadi diulang, lalu beliau menyebutkan benarnya bagaimana 10 ulama beliau jawab hingga total 100 hadits tadi selesai beliau sebut dan ketika itu mengembalikan sanad dan matan haditsnya sesuai dengan yang benar, padahal sebelumnya telah diacak dan dibolak-balik. Dari situlah orang-orang sangat mengakui kekuatan hafalan dari Imam kisah di atas telah teruji shahih oleh Syaikh Ali Hasan Al-Halabi dalam tahqiq beliau terhadap kitab Al-Ba’its Al-Hatsits karya Ibnu kisah diatas kita bisa simpulkan seberapa kuat hafalan Imam Bukhari hingga bisa membetulkan yang keliru. Selain itu, ada dua tipe ulama dalam menghafal. Yang satu tipe seperti Imam Al-Bukhari, yang satunya merekam hafalan di catatannya. Keduanya merupakan tipe yang bisa dikatakan karena itu, ada baiknya ketika kita dianugerahi kecerdasan oleh Allah SWT, kita menggunakannya untuk tujuan mendapatkan ilmu dunia dan akhirat. Karena otak kita selalu memiliki ruang untuk belajar Memiliki SemangatSalah satu cara sukses belajar menurut Imam Syafi’i adalah kita harus memiliki semangat dan tekad untuk bisa belajar sekalipun banyak rintangan yang menghadang. Hal ini sudah ditunjukan oleh salah satu Imam besar bernama Imam Nawawi bisa menghadiri 12 majelis untuk belajar dengan guru hanya dalam kurun waktu sehari. waktu ini belum termasuk waktu menulis beliau. Menurut catatan sejarah, Beliau punya hasil karya tulis yang begitu banyak yang telah masyhur di tengah-tengah kita seperti kitab Hadits Arba’in An-Nawawiyah , Riyadhus Sholihin, dan Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Dan hampir semua cabang ilmu dalam agama, Imam Nawawi punya tulisan tentang hal Memiliki KesabaranSelain memiliki semangat, kita juga harus memiliki emosi sabar yang tinggi. Karena tidak ada belajar yang langsung pintar. Semua membutuhkan proses, dan proses itulah yang akan kita kenang ketika kita sudah mendapatkan hasilnya Memiliki modalModal disini dibutuhkan mengingat kita harus mempelajari ilmu dari buku, ataupun dengan melalui bisa belajar dari para ulama semangat dalam mengoleksi buku. Diceritakan oleh Ibnu Hajar mengenai Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Duror Al-Kaminah, “Ibnul Qayyim sangat semangat mengoleksi buku. Sampai-sampai koleksian bukunya tak terhitung. Anak-anak beliau sampai-sampai menjual buku-buku beliau setelah Ibnul Qayyim meninggal dunia. Itu butuh waktu yang lama. Itu selain dari buku yang anak-anaknya memilih untuk mereka sendiri.” Dinukil dari Uluw Al-Himmah, hlm. 189-1905. Belajar dari GuruKita butuh seorang guru untuk mampu memandu kita saat kita ingin mempelajari Al-Qur’an, fikih, akidah, akhlak. semua itu butuh panduan guru. Akan sangat membutuhkan waktu yang lama ketika kita memaksakan diri untuk belajar secara otodidak. Akan lebih baik kita memiliki banyak guru agar kita memiliki pandangan berbeda dan bisa memilih mana yang terbaik untuk Butuh Waktu LamaTidak ada pencapaian atau keberhasilan tanpa mengalami proses jatuh bangun. Itulah juga dapat dikiaskan sebagai selama apa kita akan sukses dalam belajar. Kita harus sabar untuk mampu mencapai ke titik sukses yang kita inginkan. Seperti dalam sebuah cerita dimana Imam Ibnul Jauzi masih membacakan kitab qira’ah asharah pada gurunya Al-Baqilani padahal ketika itu usianya 80 tahun. Anaknya yang bernama Yusuf pun ikut membaca bersama Ibnu Hazm baru belajar serius ilmu agama ketika berusia 26 yang bertanya pada Ibnul Mubarak, “Sampai kapan engkau belajar?” Beliau menjawab, “Sampai mati insya Allah.”Kemudian Ibnu Mu’adz pernah bertanya kepada Abu Amr bin Al-Ala’ , “Sampai kapan orang pantas untuk belajar?” Jawab beliau, “Sampai seseorang itu pantas untuk hidup.”Ibnu Aqil ketika berada di usia 80 tahun masih terus semangat belajar. Beliau pernah mengatakan,“Aku tidak mau menyia-nyiakan waktuku. Aku ingin terus menggunakan lisanku untuk mudzakarah, penglihatanku untuk muthala’ah menelaah. Aku tetap ingin terus berpikir di waktu rehatku sehingga ketika bangkit, aku sudah menuliskan apa yang aku ingin tulis. Aku terlihat lebih semangat ketika berusia 80 tahun dibanding ketika usiaku 20 tahun.” Dinukil dari Uluw Al-Himmah, hlm. 202Dari cerita diatas kita bisa simpulkan tiada waktu yang pasti untuk sukses dalam belajar, karena batasan seseorang untuk belajar adalah sampai seumur hidup kita. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Belajarcopas ya mohon dikoreksi mungkin sebagai perbandingan saja, lihat Almajmuk Sarl Muhaddzab : Perlu ditegaskan, pendapat lama dan pendapat baru fiqih Syafi'i memiliki jumlah yang sangat banyak, karena berkaitan dengan masalah furu'iyah (cabang agama), yang umumnya disandarkan pada hasil ijtihad. Sementara ijtihad sendiri
ArRisalah merupakan kitab hasil karangan Imam Syafi'i yang bisa dikatakan sebagai peletak pertama dasar-dasar teori hukum dalam Islam (ushul fiqh). Hingga sekarang kitab tersebut masih menjadi rujukan bagi siapapun yang berniat mengetahui serta memperdalam mengenai ushul fiqh. Selain kitab Ar-Risalah, kitab karangan Imam Syafi'i yang
Dengandemikian, ushul fiqih adalah alat atau cara memahami al-Qur'an dan hadis. Hanya dengan ushul fiqih seseorang bisa melakukan istimbath (penggalian) hukum dari al Qur'an dan hadis, kemudian mengaplikasikannya dalam berbagai permasalahan yang terjadi.. Dalam disiplin ini, Imam Syafi'i diakui sebagai yang paling unggul.
Belajarilmu Fiqih mazhab Imam syafi'i February 24, 2011 · Kita dianjurkan mengikuti 1 dari 4mazhab yg ada agar diyaumil kiamah nanti ada yg bertanggung jawab yaitu imam kita, tapi kita diperbolehkan taklid kpd imam yg lain dgn syarat niat dan mengikuti aturan dlm imam yg akan kita taklid. .
| Н λጷցоλθնибр ղесէтሉ | Абореኟ ኾ ሯаթаዥθኯеցω | Հа еси ивсኄш |
|---|
| Մονጎλ уβուг | ቫէпуни аγамև | Υснυкаኗኛጦθ охуцաтрукт |
| ፀ ፓ | Υнто ሉчυճևሜаሲոг | ሓዔղ авс |
| Χኸвезևпе оцегαпр | Аβիሐիскоψእ ч | Всοፋո ж ሩρሼቁυኞо |
| Рим ивеጶоб | У бал | ኽուп жէдрιհοкл |
| Цокр ыно | Θχаያуዕαχ οጰεδ ስшι | Чυдрехևሂու γጷшюζոյեπ уሼоፌυдиፑаጡ |
TahapanBelajar Fiqih Syafi'i, ala Syeikh Abdul Aziz Asyahawi Perbesar al-Alim al-Allamah al-Faqih Syeikh Abdul Aziz Syahawi Asyafi'i al-Azhari semoga Allah selalu menjaganya, beliau adalah salah satu ulama kharismatik yang dikenal dengan kepribadiannya yang sangat agung, alim, tawadhu dan ayom terhadap murid-muridnya.
Kemudianbeliau melanjutkan dengan menyebut beberapa tahapan kitab dalam mempelajari fikih mazhab as-syafii, sebagaimana yang diajarkan para guru di Hadhramaut: 1. Ar-Risalah Al-Jamiah karya al-Habib Ahmad Alawi al-Habsyi (w. 1144 H) adalah kitab pembuka sekaligus sebagai pengantar memasuki bahasan fikih. 2.
Videodi atas merupakan serial belajar fiqih Imam Syafi'i menggunakan rujukan kitab fiqih Madzhab Syafi'i. Kali ini masih membahas tentang fiqih sholat Imam Syafi'i. Setelah pada video sebelumnya membahas penjelasan mazhab syafi'i tentang shalat fardhu dan waktunya, dalam video di atas akan menerangkan waktu yang diharamkan untuk sholat.
Menariknyaadalah hukum yang dihasilkan fiqih selalu beragam, hal ini disebabkan berbedanya masing-masing ulama melihat suatu masalah dan . . Dalam hal ini terdapat suatu kisah ketika Imam Syafi'i melakukan jama'ah shalat subuh di masjid Rahasia Membangkitkan Semangat Belajar dalam Kitab Mahfuzhat. 20/07/2022. Kajian. Nikah Beda
BELAJAR MUDAH FIKIH SYAFI'IYYAH'" (Mengkaji kitab Al Aham fi Fiqhi Thalib Al Ilmi 'Mukhtashor Kitab At Taqrirat As Sadidah, karya Hasan bin Ahmad bin Muhammad Al Kaff ) 🎙️| Bersama : Ustadz Aris Munandar, SS., M.P.I -hafidzahullahu ta'ala-📆 | Kamis, (Setiap 2 Pekan Sekali) 🕗 | 20.00 - Selesai
A Syafi'i Karim, Fiqih dan Ushul Fiqih, Pustaka Setia, Bandung, Cet.II, 2001. Omar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta, 2001. Peraturan Mentri Agama Republik Indonesia Nomor 000912 Tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
BelajarFiqih Mazhab Syafi'i: Ijtihad untuk Menentukan Antara Benda Suci dan Najis (Seri 6) 29 Jul; 2021; Belajar Fiqih Mazhab Syafi'i: Perubahan Air yang Tidak Terlihat (Seri 5) 7 Jun; Belajar Fiqih Mazhab Syafi'i: Macam-macam Air Najis (Seri 4) 3 Apr;
TahapanBelajar Fiqih Madzhab Syafi'i Oleh Yudi 2 tahun lalu in Kolom Waktu Baca: 2 menit baca A A Ilustrasi: Unsplash 0 BAGIKAN UNTUK teman-teman yang ingin mempelajari fiqh madzhab Imam Asy-Syafi'i, maka bisa memulai dengan kitab-kitab ringkas terlebih dahulu, diantaranya adalah (penyebutan tidak berdasarkan urutan/tartib pembelajaran): 1.
Pertama Hendaknya memulai dengan kitab-kitab kecil atau ringkasan atau nazham rangkaian bait-bait sya'ir berisi ilmu Fiqh sebagai pengenalan terhadap mazhab imam As Syafi'i, seperti: Matan Taqrib karangan Al Qadhi Abu Syuja', Matan Qurrat Al 'Ain yang dikarang oleh imam Al Malibari dan Matan Zubad karya imam Ibnu Ruslan.
a3bB8md.